Langsung ke konten utama

Postingan

Arunika : Janji yang Ditepati

Jumat pagi-menuju siang di tahun 2020, di tepi sungai dengan air yang melaju menuju hilirnya. Arunika telah merasakan lelah yang sangat, lelah yang ia rasakan dalam menghadapi perjalanan kehidupannya, sebuah fase menuju ujian kehidupan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Aliran sungai yang membawa banyak sekali keputusasaan orang-orang di hulu sana, membawa sisa-sisa kebahagiaan ataupun kenangan yang mengalir dengan sendirinya, di tepi aliran sungai itu pula Arunika terduduk di sebelah seorang yang tidak disangka masih menepati janjinya untuk menemani fase hidup Arunika. Namanya Budi, kau pasti sudah mengenalnya dengan sangat. Budi adalah seorang yang hidup di skenario kehidupan Arunika, mungkin juga hingga saat tulisan ini diterbitkan, Budi masih ada untuk Arunika, entah raga, pikiran, perasaan atau bahkan doa paling tulus. Tepat satu minggu sebelum menuju fase tersebut, Arunika dengan terpaksa menghubungi Budi untuk meminta menemaninya, bukan karena Arunika tak menginginkan
Postingan terbaru

Arunika : Bintang Jatuh

Bintang Jatuh Bagaimana? Pertanyaan yang sering timbul di dalam angan dan pikiran, namun tak pernah terungkap sama sekali di bibir ini. Arunika sudah melangkah jauh sendirian, hanya diiringi angin yang entah membawa kabar dari mana saja, kecuali kabarnya. Bagaimana rasanya hidup tanpa mengetahui tujuan yang sebenar-benarnya? Bagaimana hidup di dalam bahagia yang tak sempurna? Disaat mencapai puncak tertinggi, jutaan selamat tidak utuh jika bukan selamat itu. Disaat mendarat di ngarai terdalam, jutaan semangat takkan membangkitkan jika bukan semangat itu. Bagaimana kabarnya? Budi. Sudah terhitung, 6 tahun lamanya Arunika mengenal Budi. Selama itu pula ternyata, Arunika menyadari bahwa perasaannya pada Budi tidak menemukan kata punah. Budi tetap menjadi sosok yang hadir di kala Arunika terpuruk atau ketika Arunika berada di langit tertinggi. Tahun lalu, Arunika lepaskan Budi agar ia dapat mengepakkan sayapnya ke langit favoritnya, untuk bertemu senja atau bersua dengan bintang jatuh. B

Arunika : Toko Buku Loak

  Awal bulan tujuh, minggu pagi dengan angin yang tak begitu bersahabat. Daun-daun berguguran di halaman depan penginapan Arunika. Kali ini Arunika merasakan sejuk yang sangat menusuk, entah akan datang hujan atau tidak, tetapi beberapa hari ini masih saja mendung mengelilingi. Jogja selalu istimewa, meskipun kedatangan Arunika dengan pesawat terakhir pukul 22:00 tiga hari lalu disambut dengan hujan, membuat jalanan licin dan banyak grab yang meng- cancel pesanannya. Tempat Arunika menginap sebenarnya kos-kosan yang terletak dekat dengan bandara Adisucipto, di ujung gang dengan pemandangan kebun jagung yang sangat luas di belakangnya. Kos tersebut cukup nyaman, cukup untuk melepas lelah dari kegiatan pencarian buku Babad Tanah Jawi, ya, buku yang sangat legendaris, tetapi sangat sulit dicari loaknya. Pagi itu Arunika berencana untuk sarapan di Pasar Bantengan, cukup jalan kaki dari tempat Arunika menginap.  Sarapan Arunika kali ini ialah gado-gado, yang setelah ia makan ia akan sadar

Arunika : Danau dan Hujan

  Akhir juni dengan hujan yang selalu datang tiba-tiba dan tanpa aba-aba. Setelah 2 tahun berlalu, Budi kembali ke Indonesia. Arunika mendengar kabar dari teman-temannya bahwa Budi jatuh sakit. Ya, sakit yang sebenarnya hanya sedikit menggerogoti fisiknya, tetapi dengan hampir utuh merusak pikiran Budi. Arunika, bukan tak tahu itu, perasaannya cukup lekat untuk Budi, ia tahu, meskipun dengan jarak yang sudah mereka ulur sehingga hanya takdir Tuhan yang dapat membuat pertemuan menjadi nyata. Arunika masih menjadi manusia yang mengetahui Budi, dengan tidak mendengar dari siapapun, tapi mendengar dari dirinya sendiri, dari hati terdalamnya. Pertemuan ialah hal yang paling dibenci Arunika, sebab dengan pertemuan, ia dapat membaca Budi dengan sangat utuh. Budi, sedang tidak baik-baik saja. Arunika masih dengan keras hati menganggap tak tahu apapun tentang Budi. Hingga tak ada satupun kuasa manusia dapat menahannya ketika Tuhan sedang ingin mengambil alih. Bisa ditebak, Arunika dan Budi ke

Arunika : Deja Vu II

Pukul 2 pagi, Arunika masih terjaga. Sesak dadanya, teringat kejadian malam itu ia bertemu dengan seorang yang mungkin saja bisa membuatnya hidup kembali setelah Budi merejamkan kesakitan berkali-kali. Tapi tidak, perjuangan dan segala yang diberikan tidak terlihat sebagai perjuangan yang hakiki. Meskipun sebenarnya Budi pun belum tentu pejuang yang mati-matian. Selalu terjadi, Budi selalu duduk di singgasana dimana tak seorangpun bisa menggesernya meskipun ia ialah tirani yang tak henti-henti menjadi tokoh utama. Begitulah, ketika racun dan penawar ada di dalam satu tubuh yang sama. Satu hari sebelumnya, Budi  mengajak Arunika ke rumahnya untuk menulis sebuah puisi yang nantinya akan dijadikan musikalisasi pusisi dan ditayangkan di channel youtube komunitas. Ya, Arunika sudah mati-matian menutup segala jalan agar mereka dapat berkarya bersama, tapi, suatu hal tak terelakkan bernama takdir. Di teras rumah Budi dengan pemandangan pepohonan rindang dan bunga-bunga bermekaran. Cantika, si

Legowo

              Hari ini aku mematahkan pensil kesayanganku yang menjadi teman ketika aku membaca buku, ia yang menandai kalimat-kalimat manis ataupun penuh makna di dalam buku-buku yang pernah ku baca. Sejauh perjalananku, tak pernah aku ingin menggantikan pensil itu, meskipun sudah terlihat usang dan rapuh. Jangankan untuk menggantikannya, berfikir akan hal itupun aku tak pernah. Lalu, entah kapan aku mengenal kata “ Legowo ” dan berfikir aku sudah pada tahap itu atas pensil patahku. Apakah aku sudah benar-benar legowo ?             Iseng saja, aku mencari arti legowo di google, hanya untuk memperkaya pemahamanku tentang kata itu. Aku juga mencari kata itu di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang ku temui adalah legowo merupakan kalimat tidak baku dari legawa yang berarti dapat menerima keadaan atau sesuatu yang menimpa dengan tulus hati; ikhlas; rela.             Perihal legowo , aku juga bertanya pada beberapa kawan yang berdarah Jawa maupun bukan, tentang pemahaman mer